Kategori
Edukasi Opini

Merdeka dan Main Aman: Sandang, Pangan, Papan, Jabatan

Bukan kah ini yang banyak dilakukan oleh manusia kebanyakan?

Main aman.

Mereka ingin tinggal menempati ‘Posisi Wenak’ masing-masing.

Mereka ingin menghidupi waktu-waktu dengan kenyamanan. Apa pun itu. Sandang, pangan, papan, sekunder lainnya.

Makan yang enak. Sehat. Bersih. Makanan yang terus ada. Makanan yang diinginkan saat itu. Idaman, ngidaman. Minuman yang segarkan dahaga. Makanan yang lengkap lima sempurna. Makanan yang terjangkau, tidak mahal, porsi memuaskan. Minuman dengan air bersih, es jernih, dengan gula atau pun tidak. Mereka ingin pangan yang enak, stabil, kontinyu, berkelanjutan sampai nanti, mati.

Papan jadi topik tersendiri untuk posisi hidup enak yang juga paling dicari. Papan berarti rumah, bangunan, tempat tinggal, properti spasial lainnya dengan tujuan utama untuk ditempati. Meneduhkan para manusia yang berada di dalamnya. Untuk hidup. Hidup nyaman, dengan hembusan aktivitas sehari-hari yang enak. Entah itu berupa rumah asri sederhana, rumah susun sangat sederhana, apartemen kecil dan besar, plataran mewah, rumah megah bertaman dan berkolam, atau pun bangunan bagai hotel yang menjadi markas tempat tinggal pribadi maupun keluarga.

Begitu pun selanjutnya, sandang. Sandang adalah tentang pakaian, baju-baju, celana-celana. Sandang bisa murah-meriah, sederhana sampai gemerlapan berkilau penuh perhiasan. Sandang bisa modis. Modern. Atau kolot, kotor, bekas. Sandang berpakaian ini kadang juga khas tradisional. Beragam. Bermacam-macam. Banyak sekali. Dan kita ingin apa pun itu baju, celana, rok, selendang, tipe pakaian yang kita pakai memenuhi fungsinya dan nyaman. Enak dipakai. Tidak memalukan atau menunjukkan yang bersifat kemaluan. Tidak terbuka serta jor-joran lainnya. Aman dipakai dan nyaman, enak dilihat atau terkadang tidak.

Main aman.

Main aman.

Nyaman. Tidak ada yang mengalahkan hasrat manusia untuk mendapatkan kenyamanan. Yang menyebabkan orang-orang kebanyakan hanya berani main aman melakukan kegiatan hidupnya sehari-hari. Terasa membosankan kadang-kadang, tapi aman, tidak banyak berisiko, standar, stabilnya rata-rata. Di tengah. Kadang jatuh ke bawah, untuk berusaha memanjat lagi ke tengah. Jarang mau ambil risiko untuk lompat ke atas, karena harus main aman.

Terakhir adalah tentang posisi kerja. Jabatan. Kita bisa lihat sendiri. Sekali lagi perhatikan sekeliling sekarang. Siapa yang tidak suka main aman? Berhati-hati sekali. Untuk melakukan pergerakan dalam menjabat apa pun. Entah itu pekerjaan kasar, pekerjaan level awal karir, menengah manajerial, sampai ketua mencakup presiden direktur sekali pun. Diam. Selama mungkin mereka ingin tetap berada di sana, mendapatkan kenyamanan yang ada. Kadang dengan rasa syukur atau kadang tidak. Main aman. Tetap berada di sana. Di situ-situ saja. Buang muka dari dinamika, menginginkan kestatisan yang aman, nyaman. Sehingga terus sampai mati pun berusaha main aman. Demi kita sendiri. Demi keluarga sendiri. Demi orang-orangnya sendiri.

Pertanyaan kita sekarang adalah.

Haruskah kita main aman?

Atau justru kita harus terlepas belenggu dari ketakutan akan percepatan dan membuang jauh-jauh situasi main aman yang mungkin sering secara sadar atau pun tidak dilakukan tanpa henti.

Anda tahu sekarang jawabannya…

Tidak.

Tidak.

Dan tidak.

Kita harus lepaskan ini. Karena kita sudah merdeka. Kita merdeka. Namun pikiran kita seakan beku. Seakan tidak merdeka.

Dalam lubuk hati anda tahu jika anda terus-terusan main aman, omong kosong yang kita teriakkan kata merdeka.

Sekarang buka mata. Beranikan diri. Ambil risiko. Lepaskan belenggu kita dari hidup berdiam diri, tertutup.

Ya. Sekarang juga.

Merdeka.

Oleh @fareedput

Seorang petualang yang senang membaca-tulis kata-kata, berkontribusi kepada tanah air dalam bentuk wirausaha, gerakan hidup sehat, serta berbagi cerita kepada banyak orang untuk mencapai puncak kemerdekaan hidup masing-masing.