Kategori
Edukasi

Saudara Kaya dan Miskin dalam Perjalanan

Dalam perjalanan apapun, saya selalu berkenalan dengan orang. Beberapa menjadi teman biasa. Beberapa menjadi saudara layaknya keluarga. Beberapa menjadi musuh. Beberapa orang tidak kenal, bukan siapa-siapa dan tak peduli. Kaki, tangan dan kepala mereka berada dalam permainan hidup masing-masing. Ada yang menyebut belenggu hidup, padahal berada di negeri merdeka. Ada yang menyebut kebebasan hidup, mereka mencapai puncak yang susah untuk diturunkan. Beberapa masih usaha keras untuk memanjat. Beberapa tergelincir jatuh. Hidup susah, atau mati.

Untuk hidup, kebanyakan orang menghidupi dirinya sendiri ataupun keluarganya sendiri. Beberapa yang kaya menghidupi banyak orang, tidak terlihat oleh si miskin yang selalu mencaci ketidakadilan. Saya percaya kekayaan adalah anugerah bagi orang-orang yang telah siap dan bijaksana mengolah kekayaannya. Bukan konsumtif. Karena sesungguhnya, uang berlimpah kepada orang-orang yang belum pantas dan tidak memiliki kepandaian finansial hanyalah palsu. “Money with the poor will soon gone”. Pepatah yang menyatakan bahwa melawan kemiskinan bukanlah segampang memberikan uang kepada orang-orang yang tidak memerlukannya. Ini masalah pemikiran. Ini masalah sikap dan reaksi terhadap uang, dan pengetahuan mengolah. Produktif. Memberikan uang kepada kemiskinan tanpa pengetahuan finansial hanyalah memberikan kebahagiaan sesaat dan memperpanjang derita miskin.

Perjalanan menuju kebebasan selalu diwarnai dengan orang-orang yang sangat beragam latar belakang dalam petualangan saya. Khususnya di ibu kota Indonesia ini, Jakarta yang besar. Status sosial yang begitu majemuk. Masyarakat yang sangat tidak merata pendidikan, ataupun kondisi finansial. Semua berbicara dengan bahasanya masing-masing. Semua mengutarakan kosa-katanya. Rumit ataupun sederhana. Mereka tetap hidup dalam kota yang sama dengan banyak perbedaan yang ada. Apapun pilihannya, saya selalu berkenalan dengan banyak sekali orang. Si miskin dan si kaya. Nol besar rupiah ataupun puluhan milyar setiap detik.

Sebagian menjadi tempat belajar berbagai macam karakteristik. Lemah lembut, peduli, acuh tak acuh, individualis, pemarah, pemimpin, ramah, gila, penghormat, baik atau biadab, dan peduli pemerhati. Sedikit dari orang tersebut menjadi mentor pembangun kerajaan investasi dan enterpreneur. Banyak yang menjadi teman, sekali lagi. Teman. Kadang teman yang peduli. Kadang acuh tak acuh. Masalah kesibukan, atau masalah kepedulian? Kadang teman membantu dalam profesi yang sama. Sebatas itu. Tapi ketika saya menemukan teman, dan orang-orang bagai keluarga yang saling membangun semangat, membakar api untuk meraih kebebasan, meledakkan emosi untuk menuju tujuan positif yang melibatkan banyak orang. Di sana rasa persaudaraan yang murni mulai tumbuh.

Bukan teman. Bukan sekedar teman. Tapi saudara. Dalam persaudaraan.

 

Oleh @fareedput

Seorang petualang yang senang membaca-tulis kata-kata, berkontribusi kepada tanah air dalam bentuk wirausaha, gerakan hidup sehat, serta berbagi cerita kepada banyak orang untuk mencapai puncak kemerdekaan hidup masing-masing.