Kategori
Opini

Misteri dari Melakukan dan Tidak

Sebagian dari orang-orang di sekitar kita melakukan rutinitas harian yang terdisiplinkan. Beberapa di antaranya tidak. Anehnya, kondisi ini sangat banyak terjadi di lingkungan manapun. Di kantor, sekolah, tempat main, tempat latihan, tempat jualan. Apapun. Ada dari mereka merasa jadwal yang ditetapkan harus dilakukan mau tidak mau tanpa alasan apapun untuk dibengkalaikan. Sesuai apa yang dipikirkan mereka, semuanya terlaksana. Orang-orang di sana juga ada yang merasa bahwa mereka telah menetapkan jadwal dan niat mereka untuk melakukan apa yang harus dilakukannya, tetapi tetap dengan beribu alasan yang dibuat bisa membengkalaikan yang telah diniatkan tersebut. Tidak sesuai pikirannya, tetap saja tidak terlaksana.

Jim Rohn, salah satu tokoh pengembangan diri yang terkenal, mengatakan bahwa ada misteri dibalik fenomena ini.

Misteri. Beberapa melakukan. Beberapa orang tidak.

Bagaimana dengan melihat diri kita saat ini? Mereka yang menjawab melakukan disiplinnya masing-masing dengan baik bahkan tidak mengerti mengapa. Mereka hanya melakukannya. Tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika banyak orang di luar sana menetapkan niat mereka, apapun sebutannya tentang jadwal, proyek, disiplin, rutinitas, perubahan yang diinginkannya. Sekali lagi. Yang dipikirkannya apapun itu, bahkan dituliskan dalam bentuk apapun, terheran-heran mendapatkan nilai nol besar ketika berakhir dengan tidak melakukan apa-apa. Apakah anda merasa seperti itu? Apakah terlintas kita pernah menyembunyikan hal seperti ini?

Jangan takut. Banyak sekali kasus seperti ini yang kita kenali. Diri kita maupun orang lain. Rahasia untuk merubah teka-teki ini selalu dicoba-coba usahanya. Tentu untuk menang, mendisiplinkan diri. Untuk bangkit merealisasikan. Ada aspek-aspek yang menentukan fenomena ini terjadi. Yang saya setuju disebut misteri manusia untuk melakukan, dan atau tidak melakukan sesuatu.

Di sana ada mental, fisik, spiritual, dan emosional. Ketika secara mental kita menginstruksikan untuk misalnya bangun pagi. “Bangun pagi!” dikatakannya, tetapi emosi kita meredam untuk bermalasan, merasakan ketidak-enakan bangun pagi. Apalagi tidak didukung dengan fisik kita yang ketika menggerakkan badan sangat terlelah. Bangun pagi menjadi terlalu sulit dilakukan. Otomatis spiritual kita hampa dari ketiga aspek yang tidak sinkron satu sama lain. Ternyata spiritual ini salah satu bagian terpenting yang menentukan manusia dapat merealisasikan tujuannya, disiplinnya, target spesifiknya tanpa kita sadari. Spiritual secara kepercayaan ataupun secara hati menentukan benang merah yang akan membuat orang menjadi tercuci untuk mengeksekusi sesuatu tanpa syarat. Saya menemukan ini sebagai suatu hal yang sederhana dapat kita aplikasikan, dan sering terlupakan.

Ketika hati berbicara untuk menginstruksikan mental, fisik, dan emosi kita melakukan sesuatu, apalagi itu adalah hal positif yang mulia. Jauh melebihi dari sebuah perintah kata-kata mental. Sangat jauh dari titik itu, karena melibatkan emosi dan fisik yang menyatu. Spiritual kita berbicara tentang disiplin, niat, dan realisasi seluruh mimpi. Terjadi maka terjadilah. Terlaksana maka terlaksanalah. Pada kondisi ini kita sudah tidak memikirkan apapun, karena sadar atau tidak sadar. Pusat dalam diri kita bergerak menuju apa yang hati kita dekati. Sampai kita berada di sana. Sebut semuanya. Bangun pagi, datang tepat waktu, menyelesaikan proyek, membangun bisnis, melakukan penjualan, belajar materi apapun, menyehatkan diri, membantu orang lain, atau meraih kebebasan bahagia. 4 aspek ini sangat menentukan dan memastikan kita dapat meraihnya. Dan kendali spiritual menjadi pemimpin faktor-faktor tersebut. Bangkit dan kobarkan semua dari hati, dan pastikan melakukan dan mendapatkan yang anda inginkan.

Oleh @fareedput

Seorang petualang yang senang membaca-tulis kata-kata, berkontribusi kepada tanah air dalam bentuk wirausaha, gerakan hidup sehat, serta berbagi cerita kepada banyak orang untuk mencapai puncak kemerdekaan hidup masing-masing.